Ikhlas dan Ridlo

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Syarat diterimanya ibadah adalah rasa ikhlas.  Sebagaimana diterangkan dalam ayat Al-Qur’an ( QS.Az-Zumar: 65)
Dan sunggguh,telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “sungguh, jika engka menyekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termaksud orang yang rugi.”.  Dengan ikhlas kita tidak akan tersesat ke jalan yang tidak diridloi Allah, dengan ikhlas pula kita tidak akan menjadi orang yang riya’/sombong, karena sombong itu merupakan sifatnya iblis. Ia (iblis) berkata,”tuhanku, oleh karena Engkau telah memutaskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan)t terasa indh bagi mereka dibumi, dan akau akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih diantara mereka.” (QS. Al-Hijr: 39-40)
            Seorang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil disekitar beras. Jika beras itu telah bersih, beras yang dimasak jadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya’ akan menyebabkan amal tidak terasa nikmat . pelakunya akan mudah menyerah dan akan selalu kecewa. Namun, banyak dari kita yang beribadah tidak berlandasakan ikhlas kepada Allah SWT, melinkaan dengan sikap riya’ atau sombong agar mendapatkan pujian dari orang lain. Hal inilah yang dapat menyebabkan ibdah kita tidak diterima oleh Allah SWT.





A.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami jadikan sebagai dasar adanya materi dan sebagai dasar permasalahan yang akan kami  bahas dalam makalah kali ini yaitu:
1.      Apa itu Ikhlas ?
2.      Bagaimana kedudukan ikhlas?
3.      Apa saja macam-macam Ikhlas ?
4.      Apa saja manfaat dan keutamaan ikhlas ?
5.      Apa saja hal-hal yang dapat merusak ikhlas ?
6.      Apa itu Ridha ?
7.      Apa saja macam-macam Ridha ?
8.      Apa saja manfaat Ridha ?
9.      Apa perbedaan antara Ikhlas dan Ridha ?

B.     Tujuan
       Adapun tujuannya yang akan kami uraikan atau jelaskan dalam makalah ini yaitu:
1.      Dapat mengetahui arti Ikhlas.
2.      Dapat mengetahui kedudukan Ikhlas
3.      Dapat mengetahui macam-macam Iklhas
4.      Dapat mengetahui manfaat dan keutamaan Ikhlas
5.      Dapat mengetahui hal-hal yang dapat merusak Iklhas
6.      Dapat mengetahui arti Ridha
7.      Dapat mengetahui macam-macam Ridha
8.      Dapat mengetahui manfaat Ridha
9.      Dapat mengetahui perbedaan antara Ikhlas dan Ridha





BAB II
PEMBAHASAN
1.      IKHLAS
A.    Definisi Ikhlas
Kata ikhlas termasuk salah satu kata yang penting dalam sislam. Kata ikhlas banyak terdapat dalam Al-Qur’an, Sunnah dan biasa didengar oleh kaum muslimin. Ikhlas menurut Al-Qur;an.
Secara Bahasa ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih. Sedangkan secara terminologi ikhals berarti niat dengan mengharap ridlo Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain.
Dalam kitab Mu’jam Mufradat Alfadz al-Qur’an (hlm.155), al Raghib al-Asfihani menjelaskan bahwa secara Bahasa, ikhlas berarti murni (al-shafi) dan bersih dari campuran . Hakikat ikhlas adalah al-tabarri ‘an kulli ma dunallah, bebas dari apa yang selain Allah. Artinya seseorang beribadah hanya mengharap ridha Allah SWT,[1] bukan karena mengharap pujian makhluk. Satu hal yang perlu dipahami bahwa iklhas berkaitan erat dengan niat dalam hati seseorang ketika beribadah.  Iklhas yang sempurna harus dilakukan baik sebelum, sedang, dan sesudah beribadah.  Sebab ada orang yang iklhas ketika beribadah, tetapi setelah itu ia terjebak pada sifat riya’ (pamer), maka rusaklah nilai ibadahnya. Lebih jelasnya bias dilihat dari ciri-ciri sesesorang yang terjangkit penyakit Riya’.[2]
·      Definisi ikhlas menurut Al-Qur’an
Seluruh kata yang terdapat pada kamus islam, jika maknanya bersumber dari al-qur’an maka kita akan dapat memahami maknanya secara mendalam yang akan membantu kita dalam memahami islam pada seluruh aspeknya, karena al-qur’an adalah ajaran islam itu sendiri.
     Kata ikhlas secara etimologi banyak sekali terdapat dalam Al-Qur’an diantaranya:
a.    Khalis, yaitu bersih dan tidak dicampuri noda apapun seperti dalam firman Allah SWT Q.S Az-zumar: 3 “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih”.
b.   Khalashu, yaitu menyendiri,sebagaimana firman Allah Q.S Yusuf ayat 80 : “ Maka tatkala mereka berputus asa dari (putusan) Yusuf, mereka menyendiri sambil beruding dengan berbisik-bisik”.
c.    Khalishah, yakni khashshah yang berarti khusus, sebagaimana dalam firman Allah, Q.S Al-A’raf ayat 32 : “Katakanlah, ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hambanya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik ? ‘ katakanlah, semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) dihari kiamat’. Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui”.
d.   Mukhlish, yaitu orang yang memurnikan agamanya untuk Allah semata sehingga tidak dikotori noda sedikitpun. Adapun bentuk jama’ dari kata al-mukhlish adalah kata al-mukhlisin. Seperti dalam firman Allah , Q.S Az-Zumar ayat 12: “katakanlah ‘hanya Allah yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.” Dan Q.S Az-Zumar ayat 11: “Katakanlah, ‘sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.’”
e.    Mukhlas, bentuk jama’ dari mukhlashin. Seperti dalam firman Allah Q.S Maryam ayat 51: “Sesungguhnya dia adalah orang yang dipilih dan seorang rasul dan Nabi.”

B.     Kedudukan Ikhlas
Ikhlas adalah melakukan amal, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang ditunjukan untuk Alla SWT semata. Allah SWT dalam Al-Qur’an memerintahkan kita untuk ikhlas, seperti dalam Firmannya QS. Yunus ayat 105 :
وَأَنْ أَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (
Artinya : “Dan aku (telah diperintah) : “Hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan tulus dan ikhlas, dan jangan sekali-kali kamu termasuk orang yang musyrik.”
Ikhlas merupakan buah dan intisari dari iman.  Seseorang tidak dianggap beragama dengan benar jika tidak ikhlas. Ikhlas juga merupakan hakikat dari agama dan kunci dakwah para Rosululloh SAW. Oleh karenanya suatu ketaatan apapun bentuknya jika dilakukan dengan tidak ikhlas dan jujur terhadap Allah, maka amalan itu tidak ada nilainya dan tidak berpahala, bahkan pelakunya akan menghadapi ancaman Allah yang sangat besar. Sebagaimana dalam hadist, bahwa manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid, namun niatnya dalam berperang adalah agar disebut pemberani.  Orang kedua yang diadili adalah orang yang belajar dan mengajarkan ilmu serta mempelajari Al-Qur’an, namun niatnya supaya disebut sebagai qori’ atau alim.  Dan orang ketiga adalah orang yang diberi keluasan rizki dan harta lalu ia berinfaq dengan harta tersebut akan tetapi tujuanya agar disebut sebagai orang yang dermawan.  Maka ketiga orang ini bernasib sama yakni dimasukkan kedalam neraka.
C.     Macam-macam ikhlas
a.      Ikhlas Mubtadi, yaitu orang yang beramal karena Allah tetapi didalam hatinya terbesit keinginan pada dunia.  Ibadahnya dilakukan hanya untuk menghilangkan kesulitan dan kebingungan. Ia melaksanakan sholat tahajud dan bersedekah karena ingin usahanya berhasil. Ciriorang dalam kategori ikhlas ini obisa terlihat dari cara beribadahnya. Orang yang hanya beribadah ketika sedang butuh biasanya ia tidak akan istiqomah. Ia beribadah ketika ada kebutuhan. Jika kebutuhannya sudah terpenuhi, ibadahnyapun akan berhenti.
b.      Ikhlas ‘Abid, yaitu orang yang beramal karena allah dan hatinya bersih dari riya serta keinginan dunia. Ibadahnya dilakukan hanya karena allah dan demi meraih kebahagiaan akhirat, meggapai surga, takut neraka, dengan dibarengi keyakinan bahwa amal ini bisa menyelamatkan diriny dari siksaan api neraka.
c.       Ikhlas Mukhibb, yaitu oaring yang beribadah hanya karena allah, bukan ingin surga  ataupun takut neraka.  Semuanya dilakukan karena bhakti dan memenuhi perintah dan mengagungkan-Nya.
d.      Ikhlas Arif, yaitu orang yang dalam ibadahnya memiliki perasaan bahwa ia digerakkan Allah. Ia merasa bahwa yang beribadah itu bukanlah dirinya.  Ia hanya meyaksikan ia sedang digerakkan Allah karena memiliki keyakinan bahwa ia tidak memiliki daya melaksanakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Semuanya berjalan atas kehendak Allah .[3]

D.    Manfaat dan keutamaan ikhlas
Ikhlas memliki manfaat dan keutamaan yang sangat besar. Diantara manfaat dan keutamaan ikhlas tersebut adalah :
·         Membuat hidup menjadi tenang dan tentram
·         Amal ibadah kita akan diterima oleh allah SWT.
·         Dibukanya pintu ampunan dan dihapuskannya dosa serta dijauhkan dari api neraka
·         Diangkatnya derajat dan martabat oleh Allah
·         Doa kita akan diijabah oleh allah
·         Allah SWT akan memberi hidayah (petunjuk) sehingga tidak tersesat kejalan yang salah.
·         Dapat memiliki sifat zuhud (menerima dengan apa adanya yang diberikan oleh allah)
E.     Perusak-perusak ikhlas
Iblis telah bersumpah kepada allah bahwa dia akan menyesatkan manusia dari jalan yang lurus dengan berbagai cara dan muslihat, kepada orang yang mau melakukan kebaikan ditanamkan rasa malas sehingga tidak jadi melakukannya, kepada orang yang sedang melakukan ditanamkan rasa tergesa- gesa sehingga tidak sempurna hasilnya, dan kepada orang yang pandai lagi rajin serta teliti ditanamkan rasa benar sendiri sehingga timbul ujub dan meremehkan orang lain demikian seterusnya.
Diantara tipu daya syaitan yang dapat menghalangi kita untuk melakukan perbuatan - perbuatan baik dengan ikhlas adalah sebagai berikut :
a.         Riya’ yaitu memperlihatkan suatu bentuk ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu orang – orang pun memujinya. Terdapat bentuk detail dari perbuatan riya’ yang sangat tersembunyi, atau disebut dengan riya’ khafiy.
b.         Sum’ah yaitu beramal dengan tujuan untuk didengar oleh orang lain (mencari popularitas ).
c.          Ujub, masih termasuk kategori riya’ hanya saja Syaikhul Islam Ibnu Taiimiyah membedakan keduanya dengan mengatakan bahwa : “ riya’ masuk didalam bab meyekutukan Allah dengan makhluk, sedang ujub masuk dalam bab menyekutukan Allah dengan diri sendiri.(Al fatawa, 10/277).
d.         Nifaq yaitu menampakkan keislaman dan kebaikan tetapi menyembuyikan kekufuran dan kejahatan.





2.      RIDHA
A.    Pengertian Ridha
        Ridha berasal dari kata Rodhiya -Yardho yang berarti menerima suatu perkara dengan lapang dada tanpa merasa kecewa ataupun tertekan. Sedangkan menurut istilah, ridha adalah menerima semua kejadian yang menimpa dirinya dengan lapang dada, menghadapinya dengan tabah, tidak merasa kesal dan tidak berputus asa. 
        Hakikat Ridha adalah menerima segala yang terjadi dengan senang hati karena hal itu merupakan kehendak Allah SWT. Orang yang telah mencapai maqom ridha, tidaka akan menentang keputusan (Qodho Allah). Maka hati orang yang ridho akan tetap tenang, meskipun sedang tertimpa musibah. Sikap ridha merupakan buah dari ma’rifatullah dan bukti bahwa seseorang benar-benar mencintai Allah SWT. Demikian penegasan Abdul Qodir Isa dalam kitab Haqa ‘iq al-Tashawwuf (hlm.239).[4]
        Sikap ridha bukan berarti seseorang boleh meninggalkan usaha (ikhtiar). Usaha adalah sesuatu yang wajib dilakukan. Demikian pula sikap ridho.  Ia juga merupakan sesuatau yang di perintahkan Allah SWT. Sebagian orang memang mengira bahwa sikap ridha akan menyebabkan seseorang bersikap fatalistic dan pasif, sehingga tidak mau berusaha (ikhtiar).[5] Orang yang ridha tetap merasakan pedihnya musibah, tetapi ia yakin bahwa dibalik kepedihan itu ada kebahagiaan. Dia ridha atas musibah sebab ia ibaratkan sebagai obat dalam kehidupan. Sebagaimana halnya orang yang sakit lalu disuntik oleh seorang dokter. Ia tetap merasakan sakitnya jarum suntik, tetapi ia rela disuntik karena yakin akan memperoleh kesembuhan. Sebagian orang lagi mengira bahwa dengan sikap ridha seseorang tak perlu lagi berdoa. Itu adalah anggapan keliru. Sebab termasuk dalam konteks sikap ridho adalah apabila seorang mukmin mau melakukan amal perbuatan yang diridhoi Allah SWT, antara lain berdoa dan berusaha.  Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mukmin ayat 60 yang Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: “berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS Mu’min:60)
        Meninggalkan usaha-usaha yang menjadi sebab kesembuhan atau menjadi wasilah menghindari suatu musibah justru menyalahi perintah Allah. Untuk itu, misalnya seseorang terkena musibah kemiskinan atau banjir, maka ia harus berusaha keluar dari masalah tersebut.
B.     Macam-macam Ridha
a.       Ridho terhadap perintah dan larangan Allah
Artinya ridho untuk mentaati Allah dan Rosul-Nya dan ridho untuk meninggalkan larangan Allah dan Rosul-Nya. Pada hakikatnya seseorang yang telah mengucapkan dua kalimah syahadat, dapat diartikan sebagai pernyataan ridho terhadap semua nilai dan syariat islam.[6] Perhatikan firman Allah dalam QS. Al-Bayyinah (98 ayat 8)  yang Artinya: “Balasan mereka disisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir dibawahnya sungai- sungai, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. Al-Bayyinah ayat 8).
Dari ayat tersebut dapat dihayati jika kita ridha terhadap perintah Allah, maka Allah pun ridha terhadap kita.
b.      Ridha terhadap takdir Allah
Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa sesuatu yang tidak diinginkan yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar adaalah keharusan dan kemestian yang perlu dilkukan oleh seorang muslim. Perbedaan antara ridha dan sabar adalah sabar merupakan perilaku menahan nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan mengharap akan segera berlalunya musibah.[7] Sedangkan ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima takdir Allah SWT, dan menjadikan ridha sendiri sebagai penawarnya. Sebab, di dalam hatinya selalu tertanam sangkaan baik (khuznudzan) terhadap sang Khaliq. Bagi orang yang ridha ujian adalah pembangkit semangat untuk semakin dekat dengan Allah dan mengasyikkan dirinya untuk bermusyahadah kepada Allah. Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama’ syalaf mengatakan, “Tidak akan tampak di akhirat derajat yang tertinggi dari pada orang-orang yang senantiasa ridha kepada Allah SWT dalam situasi apapun.
c.        Ridha terhadap perintah orang tua
Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk ketaatan kita kepada Allah SWT. Karena keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan orang tua, terdapat dalam Q.S Al Luqman (31) Ayat 14 : 
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (١٤
artinya : “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya: ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada kedua ibu-bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu”.
Bahkan Rasulullah bersabda: “keridhaan Allah tergantung keridhaan orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”. Begitulah tingginya nilai ridha orang tua dalam kehidupan kita, sehingga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah, mempersyaratkan adanya keridhaan orang tua.[8]
d.      Ridha terhadap peraturan dan Undang-undangan Negara
Menaati peraturan yang berlaku merupakan bagian dari ajaran islam dan merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Karena dengan demikian akan menjamin keteraturan dan ketertiban social. Sebagaimana firman Allah pada  Q.S An-Nisa ayat 59:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S An Nisa: 59).
Termasuk ridha terhadap peraturan dan perundang-undang negara adalah ridha terhadap peraturan sekolah, karena dengan sikap demikian berarti membantu diri sendiri, orang tua, guru dan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian mempersiapkan diri menjadi kader bangsa yang tangguh.
C.     Manfaat bersikap Ridha
1.      Dengan ridha umat manusia akan menimbulkan rasa optimis yang kuat dalam menjalani dan menatap kehidupan di masa depan dengan mengambil hikmah dari kehidupan masa lampau.
2.      Orang yang berhati ridha atas keputusan-keputusan Allah SWT, hatinya menjadi lapang, dan jauh dari sifat iri hati, dengki hasud dan bahkan tamak atau rakus.
3.      Ridho akan menumbuhkan sikap husnazzann, terhadap ketentuan-ketentuan Allah, sehingga manusia tetap teguh iman dan amal shalehahnya.
4.      Dengan ridha setiap kesulitan yang kita hadapi akan ada jalan keluarnya, di tiap satu kesulitan ada dua kemudahan.
5.      Dengan ridha akan menumbuhkan rasa cinta kasih terhadap sesama makhluk Allah SWT, dan akan lebih dekat dengan Allah SWT.

3.   PERBEDAAN IKHLAS DAN RIDHA
Terkadang ridho disama artikan dengan ikhlas. Namun sebenarnya ridho dan ikhlas adalah dua hal yang berbeda. Ridho (رِضً) berarti suka, rela, senang, yang berhubungan dengan takdir (qodha dan qodar) dari Allah. Ridho adalah mempercayai sesungguh-sungguhnya bahwa apa yang menimpa kepada kita, baik suka maupun duka adalah terbaik menurut Allah. Dan apapun yang digariskan oleh Allah kepada hamba-Nya pastilah akan berdampak baik pula bagi hamba-Nya.
Perilaku yang ditampakkan oleh seorang hamba yang ridho adalah ia tidak membenci apa yang terjadi menimpa dirinya, sehingga terjadi atau tidak terjadi adalah sama saja baginya. Sementara Ikhlas adalah melakukan amal perbuatan syariat yang ditujukan hanya kepada Allah secara murni atau tidak mengharapkan imbalan dari orang lain. Bahkan bila tingkatan ridho seorang hamba sudah mencapai tingkat tertinggi, ia akan selalu memuji Allah apapun yang Allah berikan kepada dirinya baik nikmat maupun bencana, karena ia percaya apa yang menimpanya semata-mata untuk kebaikan dirinya. Sang hamba secara suka rela dan senang menerima apapun yang diberikan Allah kepada-Nya baik berupa nikmat maupun musibah berupa bencana.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Secara terminologi ikhals berarti niat dengan mengharap ridlo Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal. Ikhlas dalam beramal sendiri berarti perbuatan yang dilakukan dengan hati yang tulus tanpa ingin mendapatkan penghargaan dari orang lain dan perbuatan itu dilakukan dengan niat karena ingin mendapat ridha dari Allah SWT.
Ridha adalah salah atu akhlak terpuji yang memiliki pengertian menerima dengan senang hati atas segala yang diberikan Allah SWT. Bentuk perilaku ridha yaitu rela menerima setiap takdir yang sudah ditetukan allah dan berkeyakinan bahwa dibalik takdir baik maupun buruk tersimpan rahasia dan hikmah yang berharga. Selain itu ridha juga terdapat nilai positifnya, maksudnya ketika kita bersikap ridha kita akan mendapatkan manfaat yang besar. Diantara manfaat atau nilai positif dari sikap ridha tersebut adalah,hatinya menjadi lapang, dan jauh dari sifat iri hati, dengki,hasud dan bahkan tamak atau rakus. Selain itu sikap ridha juga dapat menumbuhkan rasa cinta kasih terhadap sesama makhluk Allah SWT, dan akan lebih dekat dengan Allah SWT.
B.     Saran
Disarankan kepada pembaca, supaya lebih memahami tentang ikhlas dan ridha dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kami juga menyarankan kepada para pembaca agar mencari referensi lain selain makalah ini. Karena makalah ini jauh dari kata sempurna untuk dijadikan sebuah buku pedoman. Dalam sistem pembelajaran dan penulis mengharapkan saran dan kritik dari Ibu  Dosen dan para pembaca untuk perbaikan makalah ini.


DAFTAR PUSAKA 
Abdul Halim Mahmud, Ali.2010.Rukun Ikhlas.Solo: PT Era Adicitra Intermedia
Bseclub.(2016, September. 05).Keikhlasan[Online].Available : Http://bseclub.blogspot.co.id/2013/11/makalah -tentang-keikhlasan.html?=1
Mustaqim, Abdul.2013.Akhlak Tasawuf-Lelaku Suci Menuju Revolusi Hati.Yogyakarta: Kaukaba Dipantara
Gerbangilmuduniaku.(2016, September. 06).RidhadanAmal Shaleh[Online].Available : Http://gerbangilmuduniaku.blogspot.in/2013/01/makalah-adil-ridho-amal-dhaleh.html


[1] Ali Abdul Halim Mahmud, (rukun ikhlas),Solo: PT Era Adicitra Intermedia 2010, hlm. 3
[2] Ibid, hlm. 1
[3] Ali Abdul Halim Mahmud, (rukun ikhlas), Solo: PT Era Adicitra Intermedia 2010, hlm. 3-5

[4] Abdul Mustaqim,(Akhlak Tasawuf-Lelaku Suci Menuju Revolusi Hat),Yogyakarta: Kaukaba Dipantara: 2013.hlm. 3
[5] Ibid. hlm. 5
[6] Abdul Mustaqim,(Akhlak Tasawuf-Lelaku Suci Menuju Revolusi Hat),Yogyakarta: Kaukaba Dipantara: 2013.hlm. 9          

[7] Abdul Mustaqim,(Akhlak Tasawuf-Lelaku Suci Menuju Revolusi Hat),Yogyakarta: Kaukaba Dipantara: 2013.hlm. 9
[8]  Seperti yang disabdakan oleh nabi dan dikutip Abdul Mustaqim,(Akhlak Tasawuf-Lelaku Suci Menuju Revolusi Hat),Yogyakarta: Kaukaba Dipantara: 2013. hlm. 12 


Comments

Popular posts from this blog

Kebijakan Socrates

Perkembangan Hubungan Interpersonal, Moral Dan Spiritual Peserta Didik